Ludfi presented
Oh Sehun, Kim Jongin
Teenager, Bit romance
PG-15
Happy Reading
.
.
.
Semilir angin menggoyangkan anak
rambut seorang pria yang sedang duduk di sebuah bangku, di depan café.
Menikmati anak-anak angin yang bermain di sekitar wajahnya. Menggelitik
beberapa bagian di hidung. Seolah mengajaknya untuk ikut bergabung bersama.
Bermain meliuk-liukkan badan dengan bebas, mengoloknya. Sepasang iris itu
menatap jalanan yang lenggang di depan mata. Menghirau barang sejenak secangkir
espresso di atas meja. Bebauannya bahkan sempat mengudara, terhirup tanpa sengaja
oleh pejalan kaki yang tak sengaja berlalu di depan café tersebut.
Pria itu sudah bertandang disana
sejak tiga puluh menit yang lalu. Dan cangkir espresso itu bahkan belum
disentuhnya sejak dihantarkan seorang waiters berkulit sedikit gelap. Ia mengenal
waiters tersebut. Setidaknya mereka saling bertukar sapa ketika bertemu –meski
hanya sekedar formalitas belaka. Ia langganan café ini, jika kau ingin tahu.
Tidak banyak yang pria itu lakukan
disana. Ia hanya datang dan memesan segelas espresso kemudian akan duduk
sembari mengamati jalanan. Selalu seperti itu. Di bangku yang sama, serta di
waktu yang sama pula. Mengamati jalanan selama tidak lebih dari dua jam seorang
diri, kemudian beranjak pergi. Tidak banyak yang mengenalnya, kurasa –karena ia
selalu datang seorang diri.
“Hai, lagi–lagi kau disini.” Sapa
seorang waiters berkulit gelap dari pada lawan bicaranya. Bahkan bisa dikatakan
jauh berbeda. Pria itu bahkan kurasa memiliki kulit seputih porselen. Seperti
wanita. Dengan tubuh yang sangat tinggi dan tidak terlalu kurus membuatnya
tampak seperti seorang cover boy.
Tidak. Ia tidak benar-benar cover boy.
Sehun –nama pria itu– hanyalah seorang siswa biasa. Terlihat dari seragam
sekolah yang selalu ia kenakan saat mengunjungi café. Sehun selalu mengunjungi
café saat pulang sekolah.
Seperti biasa, bocah itu hanya
tersenyum saat waiters itu menyapanya. Sehun bukan tipikal anak yang banyak
omong, ia cenderung pendiam dan tertutup. Dengan ekspresi datar yang misterius.
“Espresso mu belum kau minum tuh,” Pria
yang lebih gelap memilih untuk duduk di kursi kosong di hadapan bocah dengan name tag Oh Sehun tersebut,
“Sepertinya sudah dingin, apa perlu
kubuatkan lagi?”
“Tidak, Jongin Hyung. Lanjutkan saja
pekerjaanmu.” Sehun tersenyum penuh. Ia buru-buru menyeruput espresso miliknya.
Ah. Memang sudah dingin, pikirnya. Tapi tak apa, espresso yang telah dingin
tidaklah penting, bisa melihat pria berkulit gelap itu saja Sehun sudah
sumringah.
Jongin. Kim Jongin namanya. Merupakan
mahasiswa jurusan Art and Dance di
sebuah universitas nomer satu se-Korea Selatan. Seoul University. Jongin
mendapat beasiswa karena kepiawainnya dalam menari dan bakat luar biasa di
bidang seni. Jongin menghidupi kebutuhannya sendiri dengan bekerja paruh waktu
di sebuah café di daerah Gangnam. Jongin tidak punya orang tua. Ia hanya hidup
dengan paman dan bibinya yang telah merawatnya sejak kedua orang tua Jongin
meninggal dunia, karena sebuah kecelakaan.
Jongin, pria berkulit gelap dengan
senyuman menawan itu telah menyihir Sehun di awal pertemuan mereka. Sehun
melihatnya saat festival kesenian lima bulan yang lalu. Jongin meliuk-liukkan
tubuhnya dengan lincah di depan stand miliknya untuk menarik minat pengunjung.
Dengan alunan instrument lembut yang mendayu, Jongin menggerakkan tubuhnya
dengan gemulai. Jongin melakukan ballet, tubuhnya bergerak seiring dengan
melodi. Bergerak kesana kemari. Memperlihatkan manuver-manuver tegas namun
tetap gemulai. Dan saat itu Jongin berhasil menyihir perhatian begitu banyak
pengunjung. Sehun merupakan sebagian kecil dari mereka. Terpesona dengan
gerakan gemulai penuh emosi. Tarian khas Jongin.
Sejak itulah Sehun menguntit Jongin
diam-diam. Bocah itu bahkan meretas data pribadi Jongin, mengandalkan
kepandaiannya dalam bidang IT. Dan hasilnya, seminggu sejak festival tersebut
Sehun berhasil menemukan tempat kerja Jongin. Ia selalu menemui Jongin secara
tidak langsung. Berdiam diri disana hanya untuk memandang pria berkulit gelap
tersebut. Dan berpura-pura melihat jalanan saat Jongin berada di dekatnya.
“Aku sudah selesai, Hun.”
Sehun mendelik, ia melirik jam tangan
hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ah benar. Sudah lewat jam 8
malam.
“Kau lapar, Hun? Mau ku traktir?”
“Eh–Sepertinya aku kelaparan.”
“Haha… tentu saja, kau berada disini
sejak 2 jam yang lalu.”
Sehun sedikit memerah. Jongin
tertawa, dan begitu dekat dengannya.
Terkadang rasa suka itu bisa terasa
begitu manis. Sesimpel apapun itu akan menjadi menyenangkan. Sehun memang tidak
berpengalaman terhadap cinta. Ia bahkan tidak pernah menjalin hubungan. Ia
hanya berani menyukai, namun terlalu takut untuk mengatakan. Sehun merasa jika
ia menyedihkan dan seperti pecundang. Namun Sehun tetaplah Sehun. Mungkin Sehun
butuh bantuan untuk mengatakannya. Apa kalian bersedia membantunya?
A/N:
Holaaaaaa.... aduh maaf sekali blog sedikit terbengkelai. Kemarin juga sempet amburadul. Sekarang saya sudah berusaha untuk merapikannya lagi hehe...
Ohhh saya datang bawa epep SeKai. Saya tahu kalau epep nista mereka udah mengudara dimana-mana. Ini hanya sekelumit epep amatir yang saya tulis karena rasa cinta saya terhadap Kai (apadah busettt).
Saya sedang berusaha untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi dalam hal menulis juga buat cover. Ah, saya buruk memang kalau menyangkut cover. Tapi saya akan berusaha keras untuk menjadi mahir lagi dan lagi.
Btw, terimakasih untuk pembaca yang menyempatkan mampir ke blog saya.
Do not copas, w/o credit, please...
Menjiplak adalah kejahatan ^^
0 komentar: