Ludfi present Jung Hoseok, Kim Namjoon BTS's members Unpredictable genre. PG-17 "You have to remember...

UNEXPLAINED [BTS Fanfiction] - Prolog



Ludfi present


Jung Hoseok, Kim Namjoon
BTS's members

Unpredictable genre.
PG-17



"You have to remember.
The world not always in your hand."


Sekilas dipandang, Hoseok sama dengan bocah SMA lainnya. Tidak ada yang istimewa. Ketampanannya rata-rata. Otak dan isinya pun begitu. Lingkup pertemanannya pun hanya seputar sekolah dan bimbingan belajar. Bukan tipe anak yang meonjol di pelajaran maupun pertemanan. Juga bukan yang paling tidak dianggap. Jung Hoseok, siswa Anha High School yang biasa-biasa saja. Hidup dengan keseharian yang normal. Tanpa rintangan yang berarti.
            
Hidupnya sangat nyaman. Keluarganya bukanlah keluarga yang berlebihan materi, namun ia tidak pernah hidup menderita. Ia tumbuh dengan baik. Dengan fasilitas lengkap yang menunjang kehidupan remajanya. Computer pribadi, wifi, ponsel canggih, gitar listrik, dan fasilitas lainnya. Semua pastilah iri dengan kehidupannya yang serba tercukupi, dengan cobaan yang tak berarti pula. Hidupnya sangat normal. Terlalu normal hingga  ia sendiri bosan. Hoseok merasa jika ini telalu mudah baginya. Apa yang ia inginkan akan dengan mudah ia dapat. Ia mendapat pekerjaan sampingan yang mudah dengan honor lumayan tinggi. Ia mendapat keringanan biaya sekolah sebagai apresiasi atas absennya yang tidak pernah bolong sejak ia masuk ke sekolah itu. Ia juga mendapatkan pacar yang cantik, kaya dan populer dengan mudah.
            
Sudah dikatakan jika Hoseok merasa bosan dengan hidupnya. Nyaman namun membosankan karena hidupnya yang monoton dan mudah untuk diprediksi. Bukan maksud tidak bersyukur. Hoseok sangat bersyukur. Setiap malam ketika doa bersama keluarganya, ia selalu mengucap syukur atas keberuntungan yang diberikan tuhan padanya. Namun tetap saja Hoseok merasa jengah dengan hidupnya. Terkadang ia berpikir bahwa tuhan terlalu tak adil dengan bocah lain yang seumurannya. Ia bisa hidup tenang sedangkan di luar sana ada begitu banyak orang yang berjuang untuk hidup mereka. Berjuang agar hidup mereka bisa lebih baik dari yang sedang mereka lalui saat ini.

            
Jung Hoseok. Bocah bersurai segelap malam itu memandang langit dari balkon rumahnya. Hari sedang cerah, dan beruntungnya ia hari ini adalah Minggu. Sora pacarnya sedang tidak bisa dihubungi, namun ia tidak khawatir. Karena Sora sedang berlibur, Hoseok pikir gadis itu memang perlu istirahat setelah festival sekolah minggu lalu yang melelahkan. Sora adalah gadis yang polos dan ramah. Hoseok ingat saat ia melakukan pernyataan di kantin 6 bulan lalu. Dengan mudahnya gadis itu tersipu dan memerah. Padahal saat itu kantin sedang sepi dan hanya mereka berdua. Sora adalah anggota OSIS di sekolahnya, tak heran jika lingkup pertemanannya lebih luas di banding dengan Hoseok yang merupakan siswa biasa saja.
            
Hoseok juga telah membawa Sora saat makam malam keluarganya. Kedua orang tuanya setuju. Ibunya langsung menyukai Sora, kata beliau Sora adalah gadis yang ramah. Hoseok kembali berhutang pada keberuntungannya. Entah ini keberuntungan yang keberapa, namun Hoseok mensyukuri hal tersebut.
            
Bocah bersurai hitam itu masih saja memandang langit. Cerah. Namun, tak lama kemudian datang awan gelap disertai angin kencang. Cepat-cepat bocah bermarga Jung itu menutup pintu balkon kamarnya dan menutup gorden. Hoseok takut petir jika kau ingin tahu. Rumahnya sedang kosong. Ayahnya merupakan seorang agen militer sehingga jarang berada di rumah. Sementara ibunya adalah pekerja kantor, yang di akhir minggu selalu ada arisan karyawan. Adik dan kakak perempuannya sedang keluar untuk jalan-jalan. Jadilah ia seorang diri di rumah. Membunuh bosan dengan bermain PS atau yang lainnya.
            
Ia mendengar suara gaduh saat hendak mengambil minum di ruang makan. Suaranya dari kamar atas. Kamar orang tua Hoseok. Diam-diam ia menuju ke sana. Takut jika itu tamu tak diundang. Dengan langkah menjinjit ia menaiki tangga. Jantungnya memacu kencang seiring dengan langkahnya yang semakin mendekati kamar tersebut, suara gaduh tersebut juga semakin kencang. Namun setelah Hoseok mendengar dengan seksama, suara itu mirip suara bisikan atau erangan. Entahlah, ada sesuatu yang tak beres dengan kamar orang tuanya. Ia telah tepat berada di depan pintu kamar. Jemarinya hampir meraih gagang pintu yang berwarna putih, hampir menyerupai kulitnya yang juga seputih porselen. Untuk sedetik Hoseok ragu, namun ia tetap memutar gagang pintu dan mendorongnya perlahan. Dan, terbukalah daun pintu kamar tersebut.
            
Namun apa yang dilihatnya hampir membuat bola matanya keluar. ia terkejut tentu saja. Bukan hantu bukan juga pencuri yang menggeledah rumahnya. Sesaat Hoseok langsung merasakan dadanya yang sakit dan sesak. Retinanya masih memantulkan apa yang di hadapannya. Sekujur tubuhnya bergetar. Jemarinya masih menggenggam engsel pintu, bahkan lebih erat dari sebelumnya. Menampakkan buku-buku jarinya yang semakin memutih. Perlahan pandangannya mengabur dan liquid asin menuruni pipinya membuat aliran sungai baru. Hoseok menangis. Ia tak pernah menangis sebelumnya, dan kini ia bisa merasakan sesaknya emosi yang ingin ia keluarkan. Kali ini ia tidak beruntung. Mulai detik ini mungkin Hoseok bukan lagi bocah SMA normal yang beruntung. Perlahan Hoseok menutup pintu kamar orang tuanya. Ia tidak kuasa melihat dua insan yang sedang bergumul di atas ranjang orang tuanya. Dua orang yang amat di sayangi Hoseok menghianatinya. Mengebor luka yang amat lebar dan dalam di hati Hoseok. Sora dan Ibu….
            
Hoseok menuruni tangga dengan tubuh yang masih bergetar. Cairan asin itu masih saja menjebol kelopak matanya, menyapu pipi dan berujung di dagu bocah yang sering tertawa itu. Hoseok membanting tubuhnya di kasur kamar. Membenamkan wajahnya di bantal. Menangis sekencang-kencangnya. Tak perduli jika dua insan dengan gender yang sama yang sedang bergumul di kasur milik ayah-ibunya tersebut mendengarnya. Hoseok tak perduli. Biar mereka mendengar pun, Hoseok tak perduli. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa ibu dan pacarnya memiliki hubungan seperti itu di belakangnya. Hoseok tidak tahu pasti kapan mereka memulai hubungan ini. Pantas saja ibunya begitu menyayangi Sora.

            
Tak ingin berada dalam atap yang sama dengan kedua orang itu, Hoseok segera mengambil jaket dan helm nya. Menuntun motornya hingga beberapa meter dari rumah, kemudian menyalakannya dan pergi sejauh mungkin. Ia tak punya tempat tujuan. Ia tak memiliki teman dekat yang bisa ia jadikan tempat curhatan. Hoseok hanya ingin pergi jauh dari dua orang itu. Sejauh mungkin.
Entah sudah kilometer ke berapa, Hoseok masih saja mengarahkan motornya ke utara. Menuju tempat dinas ayahnya. Ia ingin bertemu ayahnya. Ia tiba-tiba saja merindukan sosok beliau yang selalu tersenyum dan yang selalu diandalkannya. Hoseok masih menyimpan catatan alamat yang diberikan ayahnya. Hembusan angin menampar kulit jemarinya yang tak tertutupi, namun ia tak menurunkan kecepatan. Hoseok benar-benar dalam mood yang buruk.
         
Mungkin tuhan mendengar kebosanannya. Mungkin tuhan menarik keberuntungan yang selalu menyertainya. Katakan jika tuhan sedang marah karena sikapnya yang kurang syukur. Hoseok pikir ia sudah mencatat alamat yang diberikan ayahnya dengan benar. Namun saat ini ia berdiri di depan perkampungan kumuh, bukan gedung tempat dinas militer ayahnya. Ia sudah menanyai orang-orang yang berpapasan dengannya. Jawaban yang mereka berikan sama. Disini tidak pernah dibangun gedung dinas kemiliteran, dan tidak ada orang yang bernama Jung So Il. Hoseok hampir berteriak frustasi. Ia lelah, sementara hari telah gelap. Hoseok merosot di samping motornya dan menunduk. Bahunya bergetar. Hoseok menangis.




To Be Continued.



A/N:
Annyeong ^^ saya buat ff ini sudah dari minggu lalu dan baru berkesempetan post sekarang hehe.... waktu itu saya kepikiran sama omongan salah satu temen saya yang bilang kalo hidupnya itu mudah. Saya tidak berkomentar apa-apa saat itu, tapi langsung kepikiran buat ff dengan kata kunci yang sama.
Kenapa saya mikir castnya jihope, sebenernya saya maunya castnya sehun. Tapi sehun terlalu tampan untuk dinistakan wkwkwk. Dan menurut saya, karakter wajah jihope cocok kalo jadi siswi biasa yang normal.

Beberapa hari lagi pendaftaran SNMPTN bakal dibuka, saya berharap saya dapat masuk di univ dan jurusan yang saya dambakan. Doakan saya yaaa ^^

Tolong jangan menjadi Silent rider, saya hanya butuh beberapa kata yang membangun dari para pembaca yang membaca tulisan saya.
Do not copas, Please ^^ and, sorry for cover. I'm not profesional on it, but I learned to be better and better again :))

Happy reading ^^

0 komentar: